Wikipedia

Search results

Tuesday 21 January 2014

Kebangkitan Dollar Amerika: Mimpi Buruk Bagi Indonesia?




Para ekonom mulai mengkhawatirkan bahwa kebangkitan mata uang US Dollar, sekali lagi, akan menjadi pertanda malapetaka untuk negara-negara yang dikategorikan sebagai emerging market, termasuk Indonesia. Saat ini, dimana Amerika mulai mengalami kebangkitan perekonomian dan The Fed pun mulai menarik satu per satu program stimulus moneternya, para investor pun mulai kembali memprediksikan masa-masa keemasan untuk mata uang greenback ini.

Sejarah menunjukkan bahwa jika mata uang dollar menguat maka akan diikuti oleh krisis di negara-negara emerging market. Pada tahun 1980-an dan 1990-an, mata uang beberapa negara jatuh ketika mereka berada di bawah tekanan mata uang dollar, dan menyebabkan utang-utang yang berdenominasi dollar naik nilainya dengan signifikan. Banyak negara terpaksa menyatakan diri bangkrut dan timbul kekacauan dimana-mana. Jika diasumsikan bahwa teori yang lahir dari faktar sejarah ini benar, apakah kali ini akan terulang juga?

Banyak ekonom khawatir bahwa itu akan terjadi lagi. George Magnus dari UBS mengatakan bahwa negara-negara emerging market perlu khawatir tentang dollar yang mengalami kebangkitan. Layaknya petir yang jarang menyambar tempat yang sama dua kali, namun tetap saja tempat tersebut masih akan menjadi rawan untuk terkena sambaran itu lagi.

Sudah ada tanda-tanda yang meresahkan terkait hal itu. Ketika The Fed mendiskusikan rencana untuk mengurangi program stimulus moneter musim panas lalu, mengakibatkan kekacauan stabilitas mata uang negara-negara berkembang. Kita bisa lihat dampaknya pada mata uang Rupiah yang kini sempat menembus Rp 12.000 per dollar Amerika, akhir tahun lalu, sebagai dampak dari tindak lanjut The Fed untuk mengurangi kebijakan quantitative easing-nya Desember lalu. Dan kini mengakibatkan turbulensi ekonomi di negara-negara berkembang dan emerging market.

Oleh karena itu, semakin banyak analis dan investor yang kuat berargumen bahwa negara-negara emerging market, seperti Indonesia, untuk lebih bersiap-siap dibandingkan sebelum-sebelumnya untuk menghadapi pasar mata uang dollar yang akan mengalami ‘bullish’.

Thursday 16 January 2014

Prinsip Czervik: Mengapa Uang Kontan Lebih Penting Daripada Poin atau Non-Cash Reward Dalam Memilih Fasilitas Kartu Kredit

Prinsip Czervik pada dasarnya menyatakan bahwa, jika kita harus memilih salah satu di antara program cash back dan program poin atau istilah sejenisnya (untuk menyatakan program yang non-cash di dalam sebuah industri perbankan), konsumen harus memilih uang kontan sebagai reward dari kartu kredit yang dimilikinya.

Prinsip ini mulai dapat diaplikasikan, ketika kita mulai mengajukan aplikasi untuk mendapatkan kartu kredit kita, dimana biasanya kita akan diberikan dua pilihan. Pertama, adalah kartu kredit yang akan memberikan fasilitas cash back sekian persen dari uang yang kita keluarkan untuk kegiatan konsumsi. Dan yang lainnya, adalah kartu kredit yang akan memberikan fasilitas poin yang bisa diakumulasi untuk kemudian (pada umumnya) bisa ditebus dengan pembelanjaan atau reward di toko-toko yang menjadi partner bisnis bank tersebut.

Ada beberapa masalah yang cukup mendasar dalam program poin atau semacamnya tersebut. Salah satunya yang mungkin akan dan sering terjadi adalah, bank maupun perusahaan atau pihak-pihak yang terkait / berkepentingan dengan akumulasi poin yang kita lakukan tersebut dapat sesuka hati mengganti nilai/harga dari poin tersebut kapan saja, dengan menaikkan jumlah poin yang diperlukan untuk mendapatkan sesuatu yang menjadi reward dari program poin tersebut. Contohnya saja, reward mobil/motor, reward berlibur ke luar negeri, dan lain-lain.

Dan mungkin, secara subjektif menurut pandangan saya, sangat merepotkan jika kita harus mengingat-ingat jumlah poin yang sudah kita simpan, kapan masa validnya, dan berapa poin yang diperlukan untuk bisa menerima reward yang dijanjikan oleh bank maupun bisnis lain yang menjanjikan reward terkait pengumpulan poin tersebut.

Tentu saja banyak orang yang punya preferensi dan cara-cara tersendiri dalam memanfaatkan sistem poin tersebut untuk kepuasannya. Namun, uang kontan memberikan kita keluwesan atau flexibilitas yang cukup besar. Terserah kita, mau kita apakan cash back yang kita terima setelah kita memakai kartu kredit tersebut. Kita bisa membelanjakannya, bisa menginvestasikannya, dan lain-lain.

Memang, prinsip ini tidak sempurna. Banyak kasus dimana sangat mungkin untuk mendapatkan lebih banyak nilai tambah dari program poin dan semacamnya tersebut, ketimbang dari program cash-back. Jika kasus-kasus tersebut muncul, ada satu konsekuensi penting yang harus diingat untuk setiap orang yang memegang Prinsip Czervik: "Layaknya uang kontan, barang atau jasa yang sudah ada di tangan kita / kita rasakan lebih berharga ketimbang sejumlah besar poin".

Program poin mungkin saja lama kelamaan akan menjadi kurang berharga di masa depan. Jadi, jika ada yang masih mempunyai poin yang tersisa dan dapat ditukarkan atau dibelanjakan, lakukan sekarang.

Jika dapat disimpulkan secara gampang, terdapat tiga unsur penting dalam memahami Prinsip Czervik ini:

1) FLEXIBILITY --> kita dapat menggunakan uang kontan semau kita, kapan saja, dan bagaimana cara menggunakannya.
2) VALUE --> terdapat trade-off antara "membeli hanya yang kita butuhkan" dengan "membeli apa yang ditawarkan kepada kita"
3) SIMPLICITY --> hidup terasa lebih mudah (dengan banyak opsi di kehidupan kita) jika kita mempunyai uang kontan ketimbang poin-poin.

Bagaimana menurut anda? Apakah anda termasuk pendukung Prinsip Czervik? Atau kah lebih suka mengandalkan poin-poin untuk memenuhi keinginan atau pun kebutuhan anda?

(sumber asli: http://www.bargaineering.com/articles/czervik-principle-cash-beats-miles-points-credit-card-rewards.html)