Wikipedia

Search results

Thursday 11 December 2014

Dasar-Dasar Ilmu Saham: Apa Itu Saham?



Secara gampang, saham adalah satu bagian dari bukti kepemilikan sebuah perusahaan. Saham merupakan sebuah klaim/hak atas aset dan pendapatan yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin banyak saham yang kita miliki, bagian kepemilikan kita atas perusahaan tersebut semakin besar. FYI, istilah ekuitas juga bisa saja disamaartikan dengan saham.

Memiliki saham dari sebuah perusahaan artinya adalah bahwa kita adalah salah satu dari sekian banyak pemilik perusahaan tersebut—pemilik saham sering disebut shareholders di beberapa laporan keuangan perusahaan—dan, dengan demikian, kita mempunyai hak atas semua yang dimiliki perusahaan tersebut. Namun demikian, biasanya, para investor awam yang memiliki modal rendah hanya bisa memiliki bagian amat kecil dari kepemilikan tersebut.

Dengan kata lain, kita adalah pemilik dari sebagian kecil mebel kayu yang diproduksi oleh perusahaan mebel. Kita adalah pemilik dari sebagian kecil merek Indomie jika kita membeli saham Indofood. Kita adalah pemilik dari sebagian kecil nilai proyek pembangunan jalan tol Semarang-Solo jika kita membeli saham Jasa Marga. Sebagai seorang pemilik, kita berhak atas bagian keuntungan perusahaan dan juga hak voting sesuai dengan besarnya kepemilikan saham kita.




Satu saham biasanya diwujudkan dalam satu sertifikat kepemilikan saham. Selembar kertas yang kelihatan keren ini adalah bukti kepemilikan kita. Namun, di zaman komputer seperti sekarang ini, kita tidak akan repot-repot untuk melihat dan menyimpan dokumen ini, karena broker/sekuritas kita yang akan mencatat dokumentasi ini secara elektronik, yang juga dikenal dengan istilah "in street name".


Tentu saja, jika kita bersikeras ingin memiliki dokumen tersebut, maka kita bisa mencoba membeli saham dari perusahaan yang tidak tercatat dalam bursa saham Indonesia. Namun, biasanya yang bisa memiliki saham perusahaan semacam itu adalah para karyawan yang diberikan insentif berupa employee stock option1) oleh perusahaan tersebut.

Pencatatan secara elektronik tersebut dilakukan untuk membuat saham-saham tersebut menjadi lebih mudah untuk diperjualbelikan. Dulu, ketika seseorang ingin menjual sahamnya, dia harus membawa sertifikat tersebut secara langsung ke broker/sekuritas nya. Kini, berdagang dengan satu kali klik dari komputer/laptop atau melalui telepon membawa kemudahan bagi semuanya.

Menjadi pemilik dari sebuah perusahaan terbuka tidak berarti bahwa kita mempunyai kuasa untuk mengatur aktivitas bisnis / operasional harian perusahaan tersebut. Pada dasarnya, satu vote per lembar saham untuk memilih jajaran direksi pada saat rapat umum pemegang saham tahunan adalah yang akan kita miliki.

Misalnya saja, menjadi pemegang selembar saham Bakrie Plantation Tbk. (UNSP) tidak berarti bahwa kita bisa menelepon Aburizal Bakrie dan memberitahunya bagaimana seharusnya dia mengurus perusahaannya. Sama halnya dengan menjadi pemegang selembar saham Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF)  bukan berarti bahwa kita bisa datang ke pabrik dan membawa pulang selusin kardus berisi Indomie seenaknya saja.

Pihak manajemen perusahaan memiliki kewajiban untuk meningkatkan nilai perusahaan untuk kepentingan para pemegang saham. Jika hal itu tidak terjadi, para pemegang saham bisa menggunakan vote-nya untuk meminta pergantian manajemen, itulah teorinya. Dalam kenyataannya, investor kecil seperti kalian dan saya tidak punya cukup banyak saham untuk bisa mempengaruhi perusahaan tersebut. Para pemain besar seperti institutional investor2) dan para miliuner yang terkenal itulah yang punya cukup kuasa untuk menentukan kebijakan.

Untuk para pemegang saham biasa, ketidakmampuan untuk mempengaruhi sebuah perusahaan bukanlah masalah yang besar. Karena pada dasarnya, kita tidak ingin harus bekerja untuk mendapatkan uang, kan? Pentingnya menjadi pemilik saham adalah bahwa kita memiliki bagian dari keuntungan bisnis dan aset dari perusahaan tersebut.

Keuntungan bisnis sering kali dibagikan dalam bentuk dividen. Semakin banyak jumlah saham yang kita miliki, semakin besar porsi keuntungan dalam bentuk dividen yang akan kita terima. Hak kita atas aset hanya akan relevan jika perusahaan tersebut dinyatakan bangkrut3). Dalam kasus likuidasi, kita akan menerima apa yang tersisa setelah semua hak kreditur telah didistribusikan.

Esensi dari kepemilikan saham adalah hak kita atas aset dan keuntungan bisnis perusahaan. Tanpa adanya dua hak tersebut, saham tidak akan lebih berharga dari sekedar kertas biasa yang dicetak bagus.

Satu lagi ciri khas kepemilikan saham adalah tanggung jawab kita yang dibatasi. Artinya, kita tidak akan dimintai pertanggung jawaban jika perusahaan yang kalian beli sahamnya tidak dapat membayar hutang-hutangnya. Perusahaan dengan bentuk lain, misalnya partnership, dibentuk sedemikian rupa sehingga, jika perusahaan bangkrut maka para kreditor akan meminta para partner (pemegang kepemilikan) dan menjual harta bendanya (rumah, mobil, perlengkapan rumah tangga, dan lain-lain).

Lain halnya dengan jika kita memiliki saham, maka jumlah maksimal uang yang bisa hilang dari dompet kita adalah total uang yang kita keluarkan khusus untuk berinvestasi. Jadi, kalau pun perusahaan tempat kita menginvestasikan uang mengalami kebangkrutan, kita tidak akan ikut bertanggung jawab atas kebangkrutannya (baca: tidak akan dipaksa kehilangan barang-barang berharga pribadi kalian)

Utang vs. Ekuitas

Mengapa sebuah perusahaan menerbitkan saham? Mengapa para pendiri perusahaan rela berbagi keuntungan dengan ratusan atau bahkan ribuan orang yang tidak dikenal, sementara mereka bisa saja menyimpan semuanya untuk dirinya sendiri?

Alasannya adalah, bahwa setiap perusahaan pada akhirnya nanti membutuhkan dana lebih untuk melakukan ekspansi atau menjalankan sebuah rencana/proyek yang ingin mereka lakukan. Untuk mendapatkan dana, perusahaan bisa memilih salah satu dari kedua opsi ini: meminjam kepada seseorang, atau menjual bagian kepemilikan dari perusahaan itu sendiri (yang kita kenal dengan penerbitan saham)

Sebuah perusahaan dapat meminjam dana dengan dua cara: berhutang pada bank atau menerbitkan surat hutang/obligasi untuk kemudian dapat dibeli oleh publik. Dua cara ini dikenal dengan istilah Debt Financing (pendanaan dengan hutang). Di sisi lain, menerbitkan saham dikenal dengan istilah Equity Financing (pendanaan dengan ekuitas).

Ada satu hal yang patut diperhatikan bersama, yaitu tentang keuntungan yang dimiliki perusahaan jika mereka melakukan Equity Financing: mereka tidak akan berkewajiban untuk membayar kembali uang yang telah kita investasikan pada mereka. Kita juga tidak akan mendapatkan semacam pembayaran bunga dari mereka, seperti yang kita alami jika kita menabung di bank.

Para pemegang saham pada umumnya hanya bisa berharap bahwa harga saham yang mereka miliki akan menjadi lebih tinggi daripada harga pada saat mereka membelinya. Peristiwa dimana perusahaan privat/tertutup untuk pertama kalinya menerbitkan dan menjual sahamnya ke publik, dan akhirnya menjadi perusahaan terbuka, disebut dengan Initial Public Offering (IPO). Topik ini akan dibahas lebih lanjut pada kesempatan yang lain.

Pemahaman tentang perbedaan antara pendanaan melalui hutang dan ekuitas/saham adalah sangat penting. Ketika kita membeli surat hutang/obligasi sebuah perusahaan, mereka berjanji akan mengembalikan seluruh uang kita dan ditambah dengan bunga yang sudah ditetapkan dalam kontraknya. Hal seperti ini tidak berlaku jika kita membeli saham, seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Risiko

Dengan menjadi seorang pemilik, kita dianggap sudah ikut menanggung risiko bahwa bisa saja perusahaan tersebut tidak akan sukses. Para pemegang saham bisa saja menerima pendapatan yang lebih besar dari para pemegang surat hutang jika perusahaan sukses, namun mereka juga harus sadar bahwa mereka akan kehilangan semua investasi mereka jika perusahaan tidak sukses.

Satu hal lagi, sebagai salah seorang pemilik, tingkat klaim kita atas aset-aset perusahaan dianggap lebih rendah daripada para kreditor. Artinya, jika perusahaan bangkrut dan terlikuidasi, kita sebagai salah satu pemegang saham tidak akan menerima bagian aset yang menjadi hak kita sebelum hak para pemegang surat hutang dan atau bank yang memberikan hutang telah terbayarkan. Hal ini disebut dengan istilah Absolute Priority.

Dividen vs Capital Gain

Hal yang sering dilupakan, tidak disadari, atau bahkan tidak pernah ditekankan dengan jelas adalah bahwa tidak ada yang namanya jaminan ‘PASTI UNTUNG’ jika berbicara tentang investasi saham. Meraih keuntungan berinvestasi di pasar saham bisa dibagi menjadi dua cara: dividen dan capital gain.

Beberapa perusahaan membagikan dividen secara teratur, entah setiap tahun atau setiap setengah tahun sekali. Namun, banyak perusahaan yang terdaftar di pasar saham juga bisa memilih untuk tidak membagikan dividen secara teratur, atau bahkan belum pernah sama sekali. Hal itu disebabkan karena sebuah prinsip bahwa tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk membayar dividen. Prinsip tersebut sebetulnya juga berlaku untuk perusahaan-perusahaan yang selama ini rutin membagikan dividen.

Dengan adanya risiko dari penghasilan yang bersumber dari dividen tersebut, para pemegang saham masih bisa mendapatkan penghasilan dari realisasi capital gain. Artinya, kita menjual saham kita pada harga di atas harga pembelian kita; hal ini juga berlaku jika kita melakukan perdagangan barang di pasar riil, kan? Namun, jika kita menjual saham kita di bawah harga pembelian saham kita, maka yang terjadi adalah kita mendapatkan capital loss.

Meskipun risiko yang ada pada dua jenis penghasilan tersebut terdengar negatif, ada sisi lain yang lebih positif. Mengambil risiko yang besar biasanya berujung pada penghasilan kembali yang besar. Inilah salah satu prinsip yang membuat kinerja pasar saham dalam menghasilkan pendapatan lebih baik/besar dibandingkan investasi pada surat hutang atau akun tabungan biasa di bank.

Misalkan saja, untuk periode tahun 2005-2013, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia mengalami rata-rata kenaikan nilai sebesar 25% per tahunnya. Meskipun setiap tahunnya tidak selalu ditandai dengan perubahan nilai yang positif, pada dasarnya saham adalah salah satu pilihan terbaik untuk berinvestasi di Indonesia dalam jangka panjang.



Keterangan:


1) Employee stock option = sebuah hak (bukan kewajiban/keharusan) yang diberikan perusahaan kepada para karyawannya, untuk membeli sejumlah saham perusahaan itu sendiri pada harga yang telah ditentukan sebelumnya. Tidak seperti saham pada umumnya, karyawan tidak bisa begitu saja membeli saham perusahaan kapan pun dia mau. Dia harus menunggu sampai waktu yang telah ditentukan.
 
2) Institutional investor = lembaga atau pihak perseorangan bukan bank yang memperdagangkan saham dalam jumlah lembar saham atau uang yang besar, sehingga mereka memenuhi syarat untuk mendapatkan perlakuan khusus maupun kewajiban membayar komisi yang rendah. Mereka mendapatkan lebih sedikit perlindungan hukum karena mereka dianggap lebih memahami pasar saham dan lebih bisa melindungi diri mereka sendiri ketimbang investor kecil.
 
3) Bangkrut = proses hukum yang melibatkan orang atau perusahaan yang tidak mampu membayar hutangnya. Proses kebangkrutan dimulai dengan permohonan yang diajukan oleh para debitur (orang/pihak yang berhutang) atau atas nama kreditur (orang/pihak yang memberikan hutang). Seluruh aset debitur akan diukur dan dievaluasi, dimana aset tersebut kelak akan digunakan untuk membayar sebagian/seluruh hutang.

Friday 5 December 2014

Dasar-Dasar Ilmu Saham: Pengantar

Apakah kalian ingin menjadi pemilik bisnis yang tidak punya keharusan datang ke tempat kerja? Bayangkan jika kalian bisa duduk-duduk di rumah, melihat perusahaanmu tumbuh, dan mendapatkan dividen atau uang lancar dengan otomatis! Situasi ini mungkin terdengar seperti impian yang muluk-muluk. Namun, hal itu mungkin justru lebih dekat dengan kenyataan daripada yang dibayangkan.

Ya, kita akan berbicara mengenai kepemilikan saham. Ini adalah salah satu instrumen keuangan terhebat yang pernah diciptakan untuk membangun kekayaan. Ketika kalian memulai perjalanan kalian menuju kebebasan finansial, kalian harus mempunyai pemahaman dasar yang kuat mengenai saham dan bagaimana mereka diperdagangkan di pasar saham.

Lebih dari satu dekade yang lalu, ketertarikan orang awam terhadap pasar saham telah melonjak secara eksponensial. Apa yang dulu menjadi mainan para orang kaya, sekarang telah menjadi salah satu kendaraan untuk menumbuhkan kekayaan. Permintaan akan saham dari kalangan orang awam ini, yang didukung dengan teknologi perdagangan saham yang makin maju, telah membuka pasar-pasar saham di seluruh dunia. Sehingga, nyaris setiap orang pada masa sekarang ini bisa mempunyai saham.



Namun demikian, meskipun popularitas pasar saham meningkat selama satu dekade terakhir, masih banyak sekali orang yang tidak memahami saham dengan benar. Kebanyakan ilmu yang diserap berasal dari obrolan ala ‘warung kopi’ dengan orang lain yang juga tidak benar-benar tahu apa yang mereka bicarakan. Jika kalian sudah, atau pun mempunyai teman/saudara/kekasih yang terdaftar sebagai investor, mungkin saja kalian pernah mendengar kalimat semacam ini dari mereka?

“Temanku untung besar di perusahaan OO, dan sekarang dia mendapatkan bocoran terbaru dari perusahaan XX!” atau “Hati-hati dengan saham bodong ini, bisa-bisa kau harus menjual emasmu karenanya (baca: menderita kerugian dan harus menambalnya)!”

Banyak sekali informasi-informasi semacam ini tersebar disebabkan oleh mental ‘ingin cepat kaya’, apalagi setelah krisis moneter di Indonesia pada 1998 dan krisis global pada 2008 menyerang kita. Orang-orang berpikir bahwa saham adalah jalan keluar instan untuk menumpuk harta tanpa menanggung risiko apapun.

Kenyataannya, saham dapat (dan memang mampu) menciptakan kekayaan yang berlipat ganda, namun mereka memiliki risikonya sendiri. Salah satu jalan keluar untuk mematahkan mitos tersebut adalah dengan pendidikan finansial. Kunci untuk melindungi diri kita sendiri di pasar saham adalah dengan memahami sepenuhnya DI MANA kita menanam uang kita.

Kelak, postingan di blog ini akan mencakup tentang berbagai topik dasar seputar saham. Di antaranya nanti yang akan diposting setelah ini adalah:
1.      Apa itu saham?
2.      Apa saja jenis-jenis saham
3.      Bagaimana cara saham diperdagangkan?
4.      Apa yang menyebabkan harga saham berubah-ubah?
5.      Bagaimana cara membeli saham?
6.      Bagaimana cara membaca tabel saham?
7.      Si ‘Banteng’, Si ‘Beruang’, dan Si ‘Ayam’
8.      Kesimpulan